Insight     Kenali Tingkat Kematangan Proses dalam Organisasi

Kenali Tingkat Kematangan Proses dalam Organisasi

Oct 06, 2021

Systems

Share it:
            

Dalam bisnis rumah makan, salah satu posisi kunci keberhasilan adalah sang koki. Seorang koki yang handal mampu menyiapkan hidangan yang konsisten dalam hal rasa maupun penyajian. Andaikan ada suatu keadaan yang menyebabkan si koki tidak dapat melanjutkan pekerjaannya, ada sejumlah kemungkinan yang terjadi.

 

Pertama, tidak ada pengganti yang semahir dirinya, sehingga hidangan yang dibuat tidak seenak sebelumnya dan penyajiannya pun kurang menggugah selera. Kemungkinan yang kedua, ada koki pengganti yang mampu membuat masakan dengan rasa dan penyajian yang setara dalam hal konsistensinya.  

 

Kedua kemungkinan ini mencerminkan kondisi kematangan proses (process maturity) yang berbeda dalam suatu organisasi. Pada kemungkinan pertama, kematangan proses berada pada jenjang awal atau permulaan (Initial). 

 

Ada sejumlah ciri dari kondisi ini. Pertama, adanya ketergantungan yang sangat tinggi terhadap segelintir individu untuk sejumlah proses. Hanya merekalah yang memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk menjalankan proses-proses tersebut dengan benar. Pengetahuan tentang proses hanya tersimpan di benak mereka (tacit knowledge). 

 

Kedua, tidak ada dokumentasi tentang bagaimana proses itu dilakukan. Ketiga, tidak ada pembelajaran atau transfer pengetahuan tentang proses walaupun pada tataran verbal. Jadi, ketika si koki hengkang, penggantinya sama sekali tidak tahu tentang proses memasak hidangan yang menjadi andalan rumah makan tadi. Tanpa ada pembenahan yang memadai, kelanggengan bisnis rumah makan ini akan terganggu. 

 

Situasi yang digambarkan pada kemungkinan kedua menunjukkan organisasi yang memiliki tingkat kematangan proses pada jenjang ‘terdefinisi’(Defined). Pada keadaan ini, proses telah didokumentasikan menggunakan metode dan perangkat yang standar di seluruh lini organisasi. 

 

Proses telah dipilah menurut suatu hirarki (biasanya menggunakan penyebutan Level 0, Level 1, Level 2 dan Level 3). Pada Level 0, kita melakukan pemilahan, mana yang merupakan proses inti (berkaitan dengan pembentukan nilai kepada pelanggan) dan mana yang merupakan proses pendukung (memberikan dukungan kepada proses inti agar berlangsung dengan baik). 

 

Pemilahan pada Level 0 dapat digunakan untuk menentukan prioritas  perbaikan proses.  Level 1 menjabarkan komponen-komponen dari proses yang muncul pada Level 0. Level 2 memaparkan bagan alur untuk menghasilkan suatu output spesifik kepada pelanggan. Pada level ini siapa aktor pelaksana aktivitas tertentu pada bagan alur muncul secara eksplisit. 

 

Salah satu kegunaannya adalah kita dapat melakukan analisis seberapa sering rangkaian aktivitas itu harus berpindah aktor hingga menghasilkan output. Transisi yang sering terlalu kerap menunjukkan potensi munculnya sumbatan (bottleneck). Agar setiap aktivitas tadi dilakukan dengan konsisten, maka perlu digawangi dengan SOP. Penjabaran lebih lanjut proses dalam bentuk SOP inilah yang merupakan Level 3. 

 

Apabila rumah makan tadi berada jenjang ‘terdefinisi’, maka akan ada sejumlah manfaat yang diperoleh. Dengan proses yang telah terdokumentasi, penyebaran informasi tentang proses pun dapat dilakukan dengan mudah. 

 

Seandainya rumah makan ini bermaksud membuka sejumlah outlet baru, maka melalui proses pembelajaran yang baku, setiap koki di outlet yang baru akan memiliki kompetensi yang setara. Sehingga di outlet mana pun, hidangan yang sama akan memiliki rasa dan bentuk penyajian yang konsisten, walaupun disiapkan oleh koki yang berbeda. Dampaknya, kelanggengan bisnis akan lebih terjamin.

 

Jenjang ‘terdefinisi’ merupakan syarat untuk dapat melangkah ke jenjang berikutnya, yaitu ‘terukur’ (Measured), di mana organisasi telah menerapkan sejumlah indikator untuk mengukur kinerja proses. Apabila kedisiplinan di dalam melakukan pengukuran kinerja proses telah terbentuk, maka jenjang berikutnya dapat diraih, yakni ‘teroptimasi’ (Optimized), di mana telah terbentuk suatu kultur untuk senantiasa mencari peluang untuk perbaikan proses. 

 

Karena jenjang tingkat kematangan proses bersifat berurutan, dapat dikatakan budaya untuk melakukan perbaikan proses hanya dapat tumbuh ketika sudah terbentuk kedisiplinan di dalam menjalankan SOP. Sudah ada di jenjang manakah organisasi kita saat ini?

 

Prima A. Biromo

Strategy, Performance, and Process Chief of Tribe


More Insight

How we can help your organization?

ONE GML

Subscribe our latest insight and event


CAREERSABOUT USCONTACT US

FOLLOW US

linkedin
fb
ig

© 2024 ONE GML Consulting