Strategy
Stockdale adalah seorang komandan penerbang Amerika yang pesawat tempurnya ditembak jatuh oleh tentara Vietnam di tahun 1965. Selama tujuh tahun dia ditahan dan disiksa. Ketika ingin dijadikan sebagai bahan propaganda dengan diarak di jalan raya, ia menggunakan pisau cukur untuk menggores kulit kepalanya sehingga darah menutupi mukanya agar tidak dikenal. Setelah dilepaskan, ia diinterviu dan membagi cerita tentang sumber kekuatannya bertahan, “saya selalu yakin bahwa pada akhirnya saya akan dilepaskan... namun saya juga disiplin menjaga stamina saya agar siap menjalani fakta penyiksaan brutal setiap hari... Beberapa tahanan lain tidak berhasil bertahan karena terlalu optimis. Mereka yakin akhir tahun akan dilepas, kemudian kecewa. Berharap lagi akhir musim panas akan dilepas, dan kecewa berulang... akhirnya mereka frustrasi.”
Gambar 1. Stockdale Paradox in Pandemic
Ditengah wabah COVID-19, perusahaan menghadapi banyak ketidakpastian yang tidak pernah terjadi dalam sejarah manusia. Hari ini, kasus baru masih terus terjadi di banyak negara termasuk Indonesia, ekonomi semakin memburuk, bahkan sudah berdampak (tidak langsung) kepada kerusuhan massal di Amerika. Sikap Stockdale paradox dibutuhkan pebisnis untuk tetap optimis bahwa pandemik akan berlalu namun juga resilient dalam menghadapi kesulitan usaha dalam jangka pendek. Namun, cukup banyak perusahaan bereaksi menghadapi pandemik ini dengan keliru.
Di kelompok pertama, mereka menjadi pesimistis dan panik karena mengalami dampak besar penurunan pendapatan. Mereka melakukan efisiensi seperti penghentian investasi total dan pemotongan gaji ataupun jumlah karyawan secara masif dan merata di seluruh unit kerja atau anak usaha. Dampaknya, mereka memotong “lemak” dan juga “otot” kemampuan perusahaan.
Di kelompok kedua, perusahaan yang berada di industri tertentu yang belum merasakan dampak atau malah mendapatkan dampak positif seperti dalam industri kesehatan atau platform online. Perusahaan ini bersikap percaya diri dan kurang optimal menggunakan kesempatan pandemik ini melakukan pembenahan efisiensi dan meningkatkan kemampuan daya saing.
Apapun keadaan perusahaan, sekarang adalah saat terbaik untuk tidak hanya membuang “lemak” dalam perusahaan, namun juga mengidentifikasi “otot” yang harus dikuatkan. Terdapat empat proses yang perlu dikelola dalam perusahaan untuk menumbuhkan stamina dan mempertahankan nafas panjang agar siap bertumbuh di era New Normal.
merupakan proses inti yang memberi nilai tambah langsung kepada pelanggan. Ditengah krisis ini, inovasi cara baru untuk menguatkan DC merupakan prioritas utama selama 2-3 bulan ke depan. Tetap menjaga fokus kepada pelanggan, mencari cara untuk mendiferensiasi diri seperti ekstensifikasi jalur digital dalam melayani pelanggan, memberi solusi inovatif dalam proses pelayanan, merupakan penguatan “otot.” Sebagai contoh, sebuah perusahaan hipermarket mendapatkan lonjakan penjualan dengan menyediakan pelayanan drive-thru agar pelanggan dapat memesan barang melalui online dan tidak harus turun untuk mengambil barang belanjaan di toko.
merupakan proses pendukung seperti pengelolaan sumber daya manusia, budaya dan teknologi yang dibutuhkan untuk memperkuat sinergi internal perusahaan. IC juga merupakan “otot.” Perubahan strategi dalam DC membutuhkan pengembangan IC dengan segera. Ketika saluran digital baru dibangun untuk menjangkau pelanggan misalnya, perusahaan perlu berinvestasi dalam pengembangan teknologi dan juga pengembangan kompetensi digitalisasi karyawan. Good news- nya adalah biaya teknologi dan pembelajaran semakin terjangkau di era cloud computing dan virtual. Aktivitas transformasi melalui penguatan DC dan efisiensi biaya, misalnya, dilakukan oleh GML dengan sebuah klien melalui workshop virtual interaktif. Workshop berlangsung selama 6 sesi mini melalui action learning dan disertai coaching secara online. Dengan biaya minim, klien tersebut menumbuhkan pendapatan dari jalur digital sebesar 230% sambil memotong biaya operasional lebih dari 30% dalam waktu 3 bulan.
Gambar 2. Empat Jenis Proses dalam Perusahaan
DC= Differentiating Capability, IC=Integrating Capability, BC=Business-Compliant Activity, NVA=Non-Value Added Activity, tinggi air—> Profitability
merupakan proses kerja yang tidak memberi manfaat langsung kepada pelanggan, namun wajib dilakukan untuk menjaga tatakelola usaha. Proses pelaporan keuangan dan pajak, misalnya merupakan keharusan sesuai regulasi.
Semua proses baik DC, IC maupun BC dalam perusahaan yang bertumbuh tidak terhindar dari masalah pertumbuhan “lemak.” Non-value added activity (NVA) tercipta karena berbagai alasan, seperti perubahan strategi yang melupakan penyelarasan proses internal. Sebuah perusahaan distribusi, misalnya, memutuskan memperbolehkan pelanggannya melakukan pemesanan dalam jumlah yang lebih kecil sehingga volume pemesanan bertambah. Dampaknya jumlah invoice yang dikeluarkan melonjak sedang proses penagihan tidak diefisienkan. Akhirnya kebutuhan karyawan administrasi bertambah. Ketika tingkat “air” laba perusahaan sedang bertumbuh (lihat gambar 2), penumpukan “sampah” inefficiency sering tersembunyi sehingga kurang dihiraukan. Menurunnya “level air” dalam perusahaan di era COVID ini memunculkan “sampah” ke permukaan. Inilah kesempatan terbaik bagi semua perusahaan, termasuk yang masih sehat secara keuangan, untuk melakukan pemangkasan NVA segera.
Perusahaan yang ingin survive bahkan bertumbuh melewati pandemik ini perlu memetakan keempat jenis proses di atas. Pengelolaan efisiensi biaya merupakan keharusan dengan mengidentifikasi NVA di semua proses. Pada saat yang sama, pastikan fokus penguatan dengan re-alokasi sumber daya diberikan kepada Differentiating dan Integrating Capability sehingga keunggulan kompetitif di mata pelanggan semakin dikuatkan. Sumber daya manusia juga perlu dipetakan baik kuantitas maupun kualitas tidak hanya untuk tujuan efisiensi, namun juga untuk dire-alokasi memperkuat otot kapabilitas perusahaan. Dengan demikian, mengutip kalimat penyemangat di salah satu kelompok usaha di Indonesia, “The last man standing will be the first one to run.”
Suwardi Luis & Djunaidi Baharuddin
CEO & Chief of Strategy & Execution Solutions GML Performance Consulting
suwardi@gmlperformance.co.id
djunaidi@gmlperformance.co.id
www.gmlperformance.com
GML Performance Consulting memberikan jasa konsultansi fast-track approach melalui workshop 3 hari untuk membantu perusahaan memetakan strateginya, mengidentifikasi differentiating dan integrating capability, serta menganalisis solusi untuk menghilangkan non-value added activity. Workshop yang results-oriented disertai coaching ini akan memberikan hasil peningkatan terukur bagi perusahaan dalam waktu 2-3 bulan.
Subscribe our latest insight and event
FOLLOW US
© 2024 ONE GML Consulting